KompasNasional.com – PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan McMoran Inc telah meneken pokok-pokok kesepakatan divestasi atau Head of Agreement (HOA) saham PT Freeport Indonesia(PTFI).
Dalam kesepakatan ini Inalum akan menguasai 41,64 persen PT Freeport Indonesia. Langkah ini untuk menggenapi 51 persen kepemilikian saham oleh pihak nasional.
Proses yang akan dilakukan, Inalum mengeluarkan dana sebensar USD 3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi dari Rio Tinto di Freeport Indonesia dan 100 persen saham Freeport McMoran di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham di Freeport Indonesia.
Setelah kontrak freeport habis 2021, apakah pemerintah tidak perlu membayar untuk menguasai tambang emas terbesar di dunia tersebut?
Pertanyaan tersebut saat ini membutuhkan jawaban guna menjelaskan kepada masyarakat atas tambang emas yang sesungguhnya milik rakyat dan dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
Namun jawabannya ialah jika mau diambilalih sekarang atau menunggu kontrak habis, pemerintah tetap harus membayar ke Freeport jika ingin menguasai emas terbesar di dunia tersebut.
Freeport, SDA Milik Umat
Tambang emas PT Freeport Indonesia di Papua adalah yang terbesar di dunia, baik dari sisi luas area maupun produksi per tahunnya. Menurut Thompson Reuters dan Metals Economics Group yang dilansir CNBC (19/3/2012), tambang dengan luas 527.400 hektar itu pada tahun 2011 lalu memproduksi emas sebanyak 1.444.000 ons atau 40.936 kg.
Menurut pihak Freeport, jumlah cadangan emasnya sekitar 46,1 juta troy ounce. Bila dihitung dengan acuan harga emas sekarang yang sudah menyentuh kisaran Rp 550.000 per gram, maka jumlah cadangan emas Freeport itu mencapai Rp 1.329 Triliun.
Bahkan disana ditemukan emas yang kandungannya jauh lebih besar dari apa yang mereka dapatkan selama ini yaitu 200.000 ounce emas/hari.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang berlimpah merupakan milik rakyat. Negara wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Maka perjanjian atau Kontrak Karya yang mengelola tambang emas terbesar sedunia di Papua oleh pemerintah kepada PT Freeport Indonesia adalah batil. Dan mengamalkan KK tersebut merupakan bentuk perampokan.
Dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal, diceritakan suatu saat Abyad meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul mulia yang memang pemurah meluluskan permintaan itu.
Tapi segera diingatkan oleh sahabat yang lain. “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan (bagaikan) air mengalir (ma’u al-‘idda)” Berkata (perawi), “Beliau menarik kembali tambang tersebut darinya.”
Keputusan Rasul, yang di lain kesempatan mengingatkan kita untuk jangan menarik lagi pemberian kepada orang lain, tapi kali itu justru dengan tegas menarik kembali pemberian kepada Abyad, menunjukkan bahwa tidak semestinya barang tambang yang kandungannya sangat banyak itu dikelola oleh individu atau kumpulan individu (perusahaan) karena hasilnya pasti hanya akan dinikmati oleh segelintir orang seperti yang selama ini terjadi. Ini jelas bertentangan dengan prinsip kepemilikan umum.
Akhiri Tipu Daya dengan Islam
Kontrak pertama PT Freeport Indonesia berawal pada tahun 1973 untuk 30 tahun. Kontrak itu seharusnya berakhir tahun 2003. Tetapi 12 tahun sebelum berakhir, kontrak itu oleh Presiden Soeharto sudah diperpanjang untuk 30 tahun lagi.
Dan sekarang sebelum kontrak kedua berakhir yakni 2021, mereka minta perpanjangan lagi.
Sistem kapitalis saat ini melegalkan asing untuk merampok kekayaan alam yang merupakan milik rakyat.
Ketika penguasa butuh dana untuk menopang kekuasaanya atau untuk mempertahankan dan memperpanjang kekuasaannya, sedang perusahaan-perusahaan seperti Freeport butuh dukungan politik. Keduanya saling membutuhkan.
Inilah kerjasama yang jelas-jelas telah sangat merugikan rakyat. Hal semacam ini seharusnya tidak boleh dibiarkan terus terjadi.
Dalam sistem Islam, sumberdaya alam yang berlimpah, termasuk tambang emas dan tambang lainnya adalah milik rakyat, wajib dikelola oleh negara, tidak boleh dikuasai atau dikelola swasta apalagi asing.
Hasilnya kemudian dikembalikan kepada rakyat, yang merupakan pemiliknya, bisa berupa pemberian langsung atau dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis sehingga kesejahteraan rakyat itu akan dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.
Maka tidak ada pilihan lain, selain segera akhiri tipu daya ini dengan menerapkan Sistem Islam yang Kaffah yang menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan pengelolaan kekayaan alam semata-mata ditujukan untuk kepentingan rakyat bukan penguasa apalagi asing.(Antara/TR)