Kepada Antara, di Sipirok, Minggu, suami Tety Nuryani Harahap ini mengatakan, pengalihan komoditas cabai mengingat harga jualnya mulai menjanjikan sementara lahan terbatas.
Hampir 500 batang kopi miliknya yang sudah berumur 12 tahun yang dia tebang dan lalu dia tanami cabai merah keriting yang sekarang sudah berumur dua bulan di Desa Marsada Purba Tua, Sipirok.
“Ada enam mulsa atau enam ribu batang cabai yang kita tanami diatas lahan 500 batang kopi yang ditebang tersebut,”katanya.
Menurut dia, tiga bulan setelah ditanam dari hasil panen enam ribu batang cabai itu dapat menghasilkan uang sekitar Rp 72 juta dengan harga cabai per kilonya sekitar Rp 20 ribu dan rata-rata hasil panen 0,6 – 0,7 ons/batang.
Disaat harga jual cabai mencapai Rp 40 ribu lebih /kilo diawal Tahun 2018 lalu dia juga menikmati hasil penjualan cabenya hingga ratusan juta rupaih.
“Harga jual kopi memang tinggi mencapai Rp 30 ribu lebih per kilo, hanya saja cabai lebih menjanjikan. Lagi pula, kopi yang ditebang produksinya kurang maksimal,”katanya.
Dia tidak menebang seluruh tanaman kopinya masih ada yang tersisa sekitar 600 batang, yang rata-rata pertahunnya bisa menghasilkan 500 solup dengan harga kisaran Rp 30 ribu/solup.
Sahrin lebih jauh berharap hingga musim panen cabenya satu bulan kedepan harga jualnya di tingkat petani dapat meningkat dari sekarang dikisaran Rp 20 – 25 ribu/kilonya.(Antara/TR)