Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang baik di tengah perlambatan global. Lemahnya ekonomi global dipengaruhi krisis di Yunani, Brexit (British Exit), penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, hingga terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
“Data terakhir yang saya peroleh memang masih untuk triwulan I, triwulan II, triwulan III, triwulan IV belum saya terima. Jadi belum bisa menyampaikan berapa pertumbuhan ekonomi 2016. Tetapi paling tidak pada triwulan yang kedua dan ketiga 5,18 dan 5,02 adalah sebuah angka yang patut kita syukuri,” ujar Jokowi dalam pidatonya pada acara Pertemuan Awal Tahun Pelaku Industri Keuangan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/1).
Jokowi menegaskan tahun ini tak ada kata pesimis dalam menumbuhkan ekonomi nasional. Kesulitan apapun yang menghadang harus dihadapi dengan semangat optimis.
“Sulit, ya sulit, tantangan banyak, iya tantangan banyak, ekonomi global turun, ya bener. Bukan tidak salah tapi setiap tantangan itu pasti ada juga kesempatan-kesempatan yang bisa kita ambil,” ujarnya.
Dibandingkan dengan negara-negara G20, Indonesia masih pada urutan ke-3 setelah India dan Tiongkok. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada posisi yang sangat baik.
“Kita sebetulnya pada posisi yang sangat baik tetapi ini pun harus terus kita perbaiki,” tegasnya.
Jika dilihat dari sisi inflasi, fundamental ekonomi Indonesia juga terbilang baik. Hal itu ditunjukkan dengan inflasi pada 2015 mencapai 3,35 persen dan di 2016 menyentuh angka 8,5 persen.
“Sudah bisa kita injak sampai 3,35, ini juga bukan angka yang mudah, bukan angka yang mudah diperoleh.”
Mengenai angka gini rasio, Jokowi menyadari Indonesia sudah pada posisi kuning menuju ke merah. Berdasarkan catatan yang sudah dia kantongi, lebih dari 14 tahun gini rasio Indonesia meningkat.
“Terakhir 0,41 tapi ambillah tahun kemarin bisa diturunkan menjadi 0,397, turunnya sedikit, tapi turun jangan naik. Angka kesenjangan inilah yang jadi tantangan berat kita,” jelasnya.
Karena kesenjangan menjadi tantangan berat, Jokowi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bahu membahu memnurunkan angka kesenjangan tersebut. Baik kesenjangan antara miskin dan kaya maupun kesenjangan antarwilayah.
“Kalau dibandingkan dengan negara-negara yang lain ternyata negara lain gini rasionya pada posisi di atas 0,4. Bukan kita saja tapi apa pun meskipun kita agak sedikit di bawah mereka, apapun itu sudah menurut saya kuning menuju ke merah yang harus kita perbaiki. Kesenjangan antara kaya miskin, kesenjangan antar wilayah, hati-hati, tantangan terberat kita ada di sini,” pungkasnya (mdk|dwk)