KompasNasional.com –Kejaksaan Negeri (Kejari) Balige tengah menangani beberapa dugaaan kasus korupsi di Tobasa.
Dua kasus yang paling menyedot perhatian publik adalah Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas istri para pejabat yang tergabung dalam organisasi PKK, saat mengikuti acara teknologi tepat guna di Lombok pada akhir 2016 lalu dan kasus dugaan korupsi pengadaan bibit durian oleh Dinas Pertanian Tobasa yang dilaporkan oleh Wakil Ketua DPRD Tobasa, Asmadi Lubis pada September tahun lalu.
Untuk kasus ini, pihak penyidik bahkan telah melakukan penggeledahan ke Sekretariat daerah Tobasa untuk mencari alat bukti pada Februari 2017 lalu. Selain itu, penyidik juga telah memanggil dan meminta keterangan kepada sembilan orang saksi. Namun, hingga kini kasus tersebut seperti menghilang “ditelan” bumi.
TribunMedan.Com yang berupaya mengkonfirmasi perkembangan kasus ini mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Balige, Rabu 7 Februari 2018 lalu. Menaggapi kasus ini, Plt Kasi Pidsus Eduward Sibagariang mengatakan jika kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Hingga kini, Eduward mengaku jika pihaknya masih kekurangan alat bukti untuk meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan. Menurut Eduward, saat ini pihaknya masih hanya memikiki dua alat bukti dan masih kekurangan satu alat bukti.
“Kami masih hanya memiliki dua alat bukti. Sementara bukti yang diperlukan harus ada tiga agar mereka tidak melakukan Prapid,” beberapa Rabu (8/2/2018) lalu.
Sementara untuk kasus ini pihak terlapor telah mengembalikan kerugian negara senilai Rp 30,5 Juta. Meski begitu, Eduward mengatakan jika pihaknya tidak menetapkan pengembalian itu sebagai alat bukti baru, meski Eduward juga tidak menampik jika pengembalian itu meruoakan suatu pengakuan dan dapat dijadikan alat bukti.
“Pengembalian itu memang bisa menjadi alat bukti, tetapi tidak kita pergunakan karena kurang kuat,”ujar Eduward tanpa menjelaskan alasan kurang kuat yang dimaksud.
Sementara untuk kasus dugaan korupsi pengadaan bibit durian, Eduward juga memberikan alasan yang sama. Disebutkannya, jika pihaknya juga masih kekurangan alat bukti.
Untuk kasus ini, pihak terlapor juga sudah mengembalikan kerugian negara sekitar Rp 40 Juta. Namun, lagi-lagi penyidik tidak menetapkan pengembalian tersebut sebagai alat bukti.
Hingga kini, penyelidikan kedua kasus tersebut masih terus berlanjut dan tidak di SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan).(Tribun/TR)