KompasNasional.com – Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menonaktifkan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip dari jabatannya sudah bulat.
Keputusan itu diambil karena Sri pergi ke luar negeri tanpa izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Sanksi itu diberikan tanpa ada teguran terlebih dahulu.
“Di dalam Pasal 77 UU Pemerintah Daerah itu, yang ke luar negeri itu tidak perlu teguran,” ujar Direktur Fasilitas Kepala Daerah, DPD, dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, Minggu (14/1/2018), di Jakarta.
Teguran tersebut hanya berlaku bagi kepala daerah yang meninggalkan daerahnya ke daerah lain selama tujuh hari tanpa ada kejelasan.
Teguran itu akan disusul dengan upaya pembinaan langung oleh Kemendagri. Namun, hal ini tidak berlaku untuk kepala daerah yang bepergian ke luar negeri.
“Di Pasal 77 itu jelas, langsung diberhentikan,” ujar Akmal.
Ia menyampaikan bahwa Surat Keputusan (SK) Mendagri terkait penonaktifan Sri Wahyumi sudah diserahkan kedala Pemerintah Kabupaten Talaud.
Dalam SK Pemberhentian Sementara bernomor 131.71-17 Tahun 2018 yang ditantandatangani Mendagri Tjahjo Kumolo itu, Sri dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 76 Ayat 1 huruf I dan huruf J.
Dalam ketentuan perundangan itu, kepala daerah atau wakil kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dikenai sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan.
Salah satu kandidat perempuan dalam Pilkada di Sulut 2018, Sri Wahyumi Manalip yang maju sebagai Calon Bupati Kepulauan Talaud.
Alasan Bupati Talaud ke Amerika Serikat
Sri dianggap melanggar UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan pergi ke Amerika Serikat tanpa izin resmi dari atasannya.
“Saya akan tetap masuk kantor,” ujar Sri sewaktu mengikuti pemeriksaan kesehatan bakal calon bupati di Manado, Sabtu (13/1/2018).
Sri sendiri kembali maju dalam bursa Pilkada 2018 melalui jalur perseorangan.
Pemberhentian sementara Sri dari jabatannya karena kepergiaannya ke Amerika Serikat pada Oktober hingga November 2017.
“Paspor yang saya gunakan ke sana adalah paspor reguler, dan saya ke sana sendiri tidak membawa staf. Saya juga tidak menggunakan anggaran daerah,” ujar Sri Wahyumi membela diri.
Sri bersama lima orang terpilih lainnya diundang Kedutaan Besar AS di Indonesia untuk mengikuti program studi banding selama hampir sebulan di negeri dipimpin oleh Donald Trump itu.
Rodhial Huda, peserta International Visitor Leadership Program (IVLP) lainnya dari Natuna, membenarkan bahwa kepergian ke AS itu merupakan undangan ke perseorangan bukan ke lembaga.
“Saya termasuk salah satu yang diundang, dan bersama Sri belajar di sana,” ujar Huda saat dihubungi via telepon, Minggu (14/1/2018).
Menurut Huda, Sri diundang oleh Pemerintah AS karena dinilai sukses dalam pembangunan ekonomi kemaritiman dan lingkungan.
“Kami selama berada di AS mengunjungi berbagai tempat dan lembaga termasuk ke Gedung Putih, ke lembaga pemerintahan, NGO, Departeman Luar Negeri, dan banyak tempat lainnya,” kata Huda.
Selama berada di AS, rombongan ILVP itu melihat bagaimana AS mengurus kemaritimannya.
Menuru Huda, setiap tahun Pemerintah AS memilih orang-orang yang dianggap mempunyai kapasitas dalam kepemimpinan dalam bidangnya. AS memberi penghargaan dengan mengajak studi banding di negara mereka. “Semua biaya ditanggung oleh pengundang,” ujarnya. [TMC/TR]