KompasNasional.com |Jakarta – Terdakwa Setya Novanto mengakui punya perusahaan bernama PT Mondialindo. Perusahaan itu juga berkantor di Menara Imperium, Jalan Kuningan, Jakarta Selatan.
“Jadi perlu saya sampaikan kepada, bahwa masalah kantor itu memang sudah di 2009, dan PT Mondialindo itu memang sudah lama di sana. Dan sebelumnya memang saya salah satu pendiri sebelum daripada di Menara Imperium,” ujar Novanto menanggapi keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (5/2/2018).
PT Mondalindo merupakan bagian dari PT Murakabi Sejahtera yang dibeli sahamnya oleh istri Novanto, Deisti Tagor; anak Novanto, Rheza Herwindo; dan keponakan, Irvanto Pambudi. PT Murakabi Sejahtera adalah pihak yang ikut dalam konsorsium proyek e-KTP.
Menurut Novanto, kantor itu sudah dijual kepada Deniarto Suhartono (mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera/salah satu peserta lelang proyek e-KTP) dan almarhum Heru Taher (eks Komisaris PT Mondialindo). Novanto juga bertanya kepada Dirut PT Inti Anugerah Kapitalindo Hariansyah soal siapa yang menyewakan kantor itu.
“Betul, tapi perlu saya sampaikan bahwa di tahun 2003 itu sudah kami jual ke Pak Heru Taher dan Pak Deniarto yang juga di PT Mondialindo. Saya hanya mau tanya ke Pak Hariansyah bahwa Bapak kan menyewakan, waktu itu menyewakan pada siapa?” kata Novanto.
“Konsultan pajak, PBTXN. PBTXN itu persekutuan sehingga dimiliki para partner,” ujar Hariansyah.
Kepada Hariansyah, Novanto mengaku heran yang menyebutkan kantor itu selalu dikunci dan sepi. Namun apakah Hariansyah mengenal Heru Taher dan Deniarto.
“Karena Bapak tadi kan katanya menyewakan, benar itu dikunci, dan juga sepi. Nah selama itu diserahkan Pak Heru Taher dan Beniarto. Apakah Bapak kenal itu?” tanya Novanto.
“Tidak,” ujar Hariansyah.
Selain itu, Novanto mengatakan perusahaan itu dikelola oleh Heru Taher dan Deniarto, tapi perusahaan dan kantor itu belum balik nama setelah dijual.
“Kemudian yang nemuin saya ketika itu Pak Beniarto membawa orang yang mengaku adalah di kantor Bapak. Saya lupa namanya, itu dua kali ke tempat saya menceritakan soal pajak,” ujar Novanto.
Setelah itu, Novanto mengatakan soal pembelian kantor itu merupakan urusan Deniarto. Menurut dia, Deniarto-lah yang mengatur perusahaan dan kantor itu.
“Terus akhirnya menyampaikan akan beli, saya bilang serahkan aja itu urusannya dengan pak Deniarto. Setelah penjualan itu baru Bapak datang, terakhir datang itu juga didampingi Pak Deniarto sehingga uang semua diterima Pak Deniarto dan nanti mungkin bisa ditanyakan ke penuntut mengenai uang itu. Jadi memang bukan saya sendiri, saya dan istri, tetapi Pak Deniharto yang selalu ada dan yang mengatur semua setahu saya yang di konsultan itu,” jelas Novanto.
Novanto didakwa menerima uang dari kasus proyek e-KTP sebesar USD 7,3 juta. Novanto saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar diduga melakukan pertemuan bersama-sama dengan pihak lain.(Detik/TR)