KompasNasional.com,Surabaya – Ribuan orang memadati sekitar kompleks Masjid Buntet Pesantren menyambut kedatangan jenazah KH. Nahduddin Royandi Abbas (Mbah Din), Minggu (29/4) malam. Mereka mengiringi kepergian kiai putra terakhir salah satu tokoh sentral pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Saat jenazah tiba di lokasi, suasana duka menyelimuti para ulama sesepuh pondok pesantren, tokoh masyarakat dan ribuan santri.
Jenazah Mbah Din sampai di Buntet Pesantren sekitar pukul 21.00 WIB. Tak lama kemudian, jenazah langsung di salatkan dan selanjutnya dimakamkan di pemakaman keluarga.
Menginjak usia ke-84 tahun, Mbah Din wafat setelah beberapa hari terakhir menjalani perawatan intensif di rumah sakit Barnet Community Hospital, London, Inggris, Rabu (25/4) lalu.
Mbah Din, merupakan putra terakhir dari satu di antara lima ulama kharismatik Jawa Barat, Kiai Abbas bin Abdul Jamil, seorang kiai yang dikenal punya kesaktian yang luar biasa saat menghadapi tentara kolonial Belanda.
Menurut keponakan Mbah Din, KH Ayip Abbas mengatakan, pamannya itu adalah sosok yang penuh ikhlas dalam menjalani hidup. Figur Mbah Din sendiri dikenal sebagai santri yang suka berkelana. Bahkan, Mbah Din sendiri adalah sosok ulama yang melampaui zamannya, karena mampu memadukan antara keislaman dan barat.
Ia mengaku sangat kehilangan atas kepergian pamannya. Selain selalu mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah, Mbah Din adalah ulama yang mampu berdakwah di tengah masyarakat Eropa, khususnya di Inggris.
“Kami (keluarga) sangat kehilangan beliau. Mbah Din banyak menghabiskan waktunya untuk berdakwah dan belajar. Mbah Din sempat nyantri di Mekkah, hingga berdakwah di Inggris,” ujarnya.
Kepergian akibat penyakit komplikasi yang dideritanya, Mbah Din meninggalkan satu anak bernama Buyung Nahdi Sastra Prawira Abbas atas pernikahannya dengan perempuan dari Prancis dan telah meninggalkan dua cucu.
Di tempat yang sama, Sekjen PBNU, Helmi Faisal Zaini menyampaikan rasa belasungkawa sebesar-besarnya atas kepergian KH. Nahduddin Royandi Abbas. Mendengar kabar wafatnya Mbah Din, PBNU langsung menghubungi pihak Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar (Kedubes) ada di Inggris.
Disampaikannya, sosok mendiang Mbah Din adalah sosok teladan bagi seluruh keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU). Sumbangsih peran besar Mbah Din untuk dunia Islam dan Indonesia adalah, selain mengenalkan kehidupan pesantren, Mbah Din adalah pemarkasa pendirian masjid-masjid di jantung Kota London, Inggris.
“Beliau adalah panutan kami. Guru kami. Sosok yang ikhlas, beliau juga orang yang berlapang dada, beliau bisa nerima saran dari siapa pun,” ujarnya.(JPC/TR)