KompasNasional.com, Yogyakarta – Morfologi kawah Merapi tidak mengalami perubahan setelah terjadi beberapa kali letusan freatik. Selain kawah, kubah lava juga tidak mengalami perubahan.
Hal itu diungkapkan Kepala Saksi Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso kepada wartawan di kantor Jl Cendana Yogyakarta, Rabu (23/5/2018).
“Kalau visual kawah, morfologi kawah relatif tidak, Rabu berubah. Dari beberapa letusan itu tidak ada perubahan yang signifikan dari kawah maupun kubah Gunung Merapi,” kata Agus.
“Kegempaan relatif tinggi karena kita mendapati ada gempa MP (multyphase) kemudian ada gempa vulkanotektonik yang menandakan adanya akumulasi tekanan yang cukup besar,” ungkapnya.
Selanjutnya, Agus menegaskan letusan yang terjadi di Merapi belakangan ini adalah erupsi freatik, bukan magmatik. Penyebabnya karena terjadi akumulasi gas dan uap air sehingga mendorong terjadinya letusan.
“Jadi kalau dari sisi mekanisme terjadinya letusan kecil seperti freatik memang ada yang menjelaskan bahwa ini adalah akibat kontak dengan air tanah. Tetapi ini adalah salah satu penjelasan,” paparnya.
“Letusan abu ini bisa terjadi meskipun tidak ada kontak dengan air. Jadi karena produksi gas dari magma kan terus menerus, ketika tersumbat di atas maka dia akan terakumulasi dan lepas,” lanjutnya.
Sementara dari enam letusan freatik di Merapi yang terjadi di bulan ini antara satu dengan lainnya jeda letusannya lebih panjang. Namun kegempaan yang terjadi relatif lebih tinggi.
Agus melanjutkan, indikasi lainnya bahwa kegempaan letusan freatik kali ini lebih besar terlihat dari kolom asap cukup tinggi yang mencapai 2 ribu meter.
“Untuk menyimpulkan apakah aktivitas (Merapi) turun atau naik perlu waktu. Jadi tidak bisa dalam beberapa jam kita simpulkan aktivitas Merapi dalam tren menurun atau naik,” tandasnya.(Detik/TR)