kompasnasional.com – Pemerintah kembali mengizinkan ekspor konsentrat, mineral mentah kadar rendah untuk bauksit dan nikel. Aturan ini merupakan dampak dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Nomor 6 Tahun 2017.
Kebijakan ini berdampak buruk pada perusahaan yang melakukan investasi pembangunan smelter. Tercatat, 23 perusahaan kena imbas kebijakan ini yaitu 11 perusahaan berhenti beroperasi dan 12 perusahaan merugi.
“Kalau begini siapa yang untung? Negara lain. Smelter yang sudah tutup, hidup lagi karena ada bahan mentah dari Indonesia,” ujar Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, Jonathan Handojo, di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Kamis (20/7).
Untuk itu, dia berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan relaksasi ekspor konsentrat demi melindungi kontraktor yang telah melakukan investasi pembangunan smelter dalam negeri. “Kami pengusaha smelter Nikel akan tunggu beberapa saat lagi untuk umumkan berapa yang di-PHK,” pungkasnya.
Sebanyak 11 smelter yang berhenti beroperasi karena merugi akibat relaksasi yakni PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Sedangkan, 12 perusahaan smelter nikel yang merugi yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro dan PT Vale Indonesia Tbk (mdk|dwk)