KompasNasional.com – Atraksi menggigit ular sampai putus dan meminum darahnya diperagakan sejumlah tentara Indonesia saat Menteri Pertahanan Amerika Serikat, James Mattis, berkunjung ke Markas TNI di Cilangkap, Jakarta, Rabu (24/01).
Menhan AS Jim Mattis memuji atraksi itu, dan menyanjung kemampuan para prajurit Indonesia dalam menangani ular-ular itu.
Aksi itu menjadi bagian dari beragam suguhan para anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), yang justru masih dikenai sanksi oleh pemerintah AS yang menganggap mereka terlibat dalam sejumlah pelanggaran HAM.
“Yang jelas enggak boleh ke Amerika, salah satu sanksinya. (Dan) tidak bisa latihan bersama,” kata Menhan RI Ryamizard Ryacudu sehari sebelumnya.
Sebelum beratraksi dengan ular, seorang serdadu menembak sebuah balon dengan mata tertutup. Yang menegangkan, balon itu dijepit di antara paha salah seorang rekannya.
Sedikitnya sebuah tembakan meleset, tapi tidak ada yang cedera.
Lalu ada peragaan teknik bela diri berupa aksi memecahkan batu bata dengan kepala serta menghancurkan tumpukan batu bata yang terbakar dengan tangan kosong.
Atraksi dengan ular dimulai ketika para pria berpakaian loreng itu membawa karung-karung berisi sejumlah hewan melata itu dan menyebarkannya di tanah, beberapa meter dari kaki Mattis.
Di antara berbagai ular terdapat King Cobra yang telah melebarkan rahangnya, bersiap menyerang.
Prajurit-prajurit itu mengambil ular tersebut, merentangkannya, memakannya hingga putus, dan menyemprotkan darahnya ke mulut satu sama lain.
Pada puncak atraksi, beberapa serdadu melancarkan aksi pembebasan sandera. Diiringi lagu dari film Mission Impossible, mereka turun dari helikopter bersama sejumlah anjing.
Hewan-hewan itu kemudian mencegat pelakon penjahat dan mengigitnya.
“Seperti yang Anda lihat, anjing mengigit teroris,” sebut sang narator pertunjukan.
Mattis, sebagaimana dilaporkan kantor berita Reuters, tampak menikmati atraksi yang berlangsung pada hari terakhirnya di Indonesia.
Dia mermuji kemampuan para prajurit Indonesia dalam menangani ular-ular itu.
“Anda lihat bagaimana mereka membuat ular-ular itu lelah dan menggenggamnya? Cara mereka melemparnya ke sana ke mari. Ada seekor ular yang ternyata sangat cepat lelah,” kata Mattis kepada wartawan.
Peragaan itu, menurut Mattis, menunjukkan betapa beratnya latihan prajurit Indonesia.
“Anda bisa bayangkan bagaimana latihan yang dijalani setiap individu di sini, sehingga mereka bisa melakukan itu,” cetusnya.
“Ketika Anda melihat pasukan seperti itu, terbukti banyak hal kecil yang dilakukan sempurna, dan Anda bisa bayangkan mereka bisa melakukan hal-hal besar secara bersama,” tambah Mattis.
Kesan yang didapat Mattis sebenarnya adalah tujuan atraksi tersebut, menurut wartawan harian Kompas yang berpengalaman meliput bidang pertahanan, Iwan Ong.
“Kemampuan tempur individu itulah yang menjadi kekuatan militer Indonesia. Deterensi, daya gentar. Menunjukkan, ‘nih kemampuan kita’. Senjata mungkin kita kalah teknologi, tapi keberanian dan deterensi boleh diadu,” papar Iwan.
Soal menangani ular, menurut Iwan, militer Indonesia bukan satu-satunya yang punya kemampuan.
Militer negara-negara Asia Tenggara, khususnya Thailand dan Filipina, punya keahlian serupa. Bahkan, prajurit-prajurit Thailand sengaja membiarkan tubuhnya dipatuk ular demi membangun kekebalan tubuh.
Di Indonesia, papar Iwan, Kopassus mengajarkan para personelnya cara menangani ular melalui sekolah perang hutan di bawah naungan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus.
Penanganan ular mungkin sekilas tidak ada keterkaitannya dengan kemampuan tempur. Namun, hal itu penting “karena ular hampir pasti akan ditemui apabila pasukan bertempur di hutan.”
Tapi apa perlu ular yang dijumpai harus digigit sampai putus?
“Tidak juga sih. Itu kembali lagi ke deterensi, daya gentar,” kata Iwan sambil terkekeh.
[KC/TR]