Medan | Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Dewan Pengurus Daerah (DPD) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Provinsi Sumatera Utara Anggriani Wau, SH MH menyesalkan kesewenang-wenangan oknum Polisi yang menangani kasus penyerangan terhadap anggotanya yang tergabung dalam Pengurus Komisariat (PK) Bongkar Muat Aek Tolang, Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Mestinya Polres Tapteng memberikan jaminan keamanan kepada rakyatnya saat bekerja. Anggota kita adalah Buruh yang sedang bekerja sesuai aturan perundang-undangan, namun diserang kelompok lain saat bekerja dan mengakibatkan 2 orang anggota opname di Rumah Sakit. Ketika penganiaya dilaporkan ke Polres Tapteng, bukannya ditindaklanjuti pihak Kepolisian, namun oknum Kasat Reskrim berinisial DN bersama Ketua Serikat yang menyerang anggota kita itu justru mendatangi korban yang sedang opname untuk disuruh berdamai. Orang masih babak belur, kok disuruh berdamai? Sehat dulu dong, baru berdamai,” sesal Anggriani Wau SH MH kepada Awak Media, Jumat (26/04/2019).
Disampaikannya, keanggotaan PK SBSI 1992 Aek Tolang adalah sah dan dibenarkan UU. Kepengurusanmereka resmi berdasarkan SK DPC SBSI 1992 Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 36/SK/SBSI-92/II/2019 tanggal 7 Pebruari 2019, dikuatkan lagi setelah mendapatkan Tanda Bukti Pencatatan dari Dinas Tenaga Kerja dengan Nomor : 43/DISNAKER/II/2019 tanggal 15 Pebruari 2019. Dilanjutkan dengan Surat PKB antara PT. Cipta Niaga Semesta (Pemberi Kerja) dengan PK SBSI 1992 Aek Tolang (Penerima Kerja) dengan Nomor Perjanjian : 03/SPK/II/2019 tertanggal 18 Pebruari 2019,
Menurut Anggriani, anggotanya telah memberitahukan keberadaan PK SBSI 1992 Aek Tolang kepada mitra kerjanya, yaitu PT. Cipta Niaga Semesta sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh dan anggotanya telah mengikatkan diri dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan Pengusaha sebagaimana amanat pasal 25 ayat (a) s/d (e) UU No 21 Tahun 2000.
Akan tetapi, jelas Anggriani, pada saat anggota PK SBSI 1992 Aek Tolang melaksanakan pekerjaan bongkar muat di lingkungan Perusahaan, tiba-tiba diserang oleh Serikat lain yang belum mengikatkan diri secara hukum. Ironisnya, anggota SBSI 1992 yang menjadi korban pemukulan pada saat bekerja harus mengalami luka dan diopname di Rumah Sakit. Kemudian pihak keluarga membuat laporan ke Polres Tapteng akibat penganiayaan tersebut.
“Bukannya laporan kita ditindaklanjuti Polisi, namun oknum Kasat Reskrim bersama Ketua Serikat yang menyerang anggota kita tersebut mendatangi korban untuk disuruh berdamai. Ada apa ini?” katanya.
Lebih parahnya lagi, lanjut Anggriani, entah kapan dilaporkan dan dasar apa mereka (Serikat lain) melaporkan, tiba-tiba anggota kita yang telah menjadi korban tersebut dipanggil Polsek Pandan sebagai tersangka dalam tindak pidana kekerasan dan penganiayaan terhadap orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHPidana, kemudian ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
“Biadab betul! Anggota kita ditetapkan sebagai Tersangka dan kemudian ditahan. Padahal, anggota kitalah yang diserang pada saat bekerja dan telah memiliki dasar hukum yang kuat dalam bekerja. Laporan kita di Polres Tapteng tidak digubris karena Kasat Reskrimnya langsung ikut meminta berdamai, tapi anggota kita yang diopname malah dijadikan Polsek Pandan sebagai tersangka dan dijebloskan ke dalam penjara. Hukum diputarbalikkan Polisi di Tapteng sehingga tindakan ini harus dilawan. Ini namanya kesewenang-wenangan. Kami minta Bapak Kapolri dan Kapolda segera mengusut kasus ini,” tandasnya (tim/sp).