KompasNasional.com, Jakarta || Terpidana kasus penodaan agama, Basuki Tjahana Purnama (Ahok) akan menjalani sidang peninjauan kembali (PK) pada Senin (26/2) mendatang. Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan sidang digelar terbuka.
“Kalau PK ini terbuka untuk umum. Sifatnya kan formil saja menghimpun berita acara. Jadi mereka membuat dalam suatu berita acara ada pemohon, ada termohon, kedua pihak ada. Ini ada memorinya apakah mau dibacakan atau dianggap dibacakan kemudian ditanggapi. Apakah jaksa sudah siap dengan tanggapan, karena pada saat dipanggil untuk datang di persidangan, dia sudah terima memori itu,” kata Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampaleng di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
Jootje menjelaskan pihak Ahok mendaftarkan PK pada 2 Februari 2018 lalu. Ia menyebut pengajuan PK diajukan dengan membandingkan putusan Buni Yani.
“Terpidana membandingkan dengan putusan Buni Yani. Dasar hukum dia menggunakan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP yaitu ada kekhilafan hakim, atau ada kekeliruan yang nyata. Nah kalau bagian a itu kan ada keadaan baru. Keadaan baru itu ada orang bisa bilang soal Buni Yani dan sebagainya, padahal keadaan baru menyangkut terdakwa pada saat menghadapi sidang, atau hal-hal menyangkut perkara itu,” ucap Jootje.
“Dua hal pokok, kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata. Bagaimana perumusan, mengambil kesimpulan hingga menyimpulkan ada kekeliruan yang nyata ataupun ada kekhilafan hakim itulah pada hari Senin,” sambungnya.
Nantinya, persidangan PK akan menghasilkan berita acara untuk dikirim ke Mahkamah Agung untuk diambil keputusan oleh majelis PK. Pihak PN Jakut hanya menghimpun hal-hal formil saja.
“Persidangan itu untuk membentuk suatu berita acara. Berita acara ini yang akan dikirim ke Mahkamah Agung dan majelis PK yang akan mengambil keputusan. Di sini hanya menghimpun formilnya saja,” ujar Jootje.
Sidang PK Ahok akan dipimpin 3 orang hakim, Mulyadi, Salman Alfaris, dan Tugianto. Sementara, pihak kejaksaan kemungkinan menunjuk jaksa Ali Mukartono yang merupakan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Ahok dalam perkara penodaan agama.(Detik/TR)