KompasNasional.com, Jakarta – Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menilai, maraknya kasus penipuan biro perjalanan haji dan umrah karena longgarnya pengawasan regulator dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag). Salah satu yang menyeruak ke publik adanya dugaan penipuan oleh PT Solusi Balad Lumampah (SBL).
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan, pengawasan yang lemah ini membuat kasus yang melibatkan biro perjalanan haji dan umrah terus-menerus terulang.
“Saya melihatnya pengawasan pembinaan yang dilakukan regulator dalam hal ini Kemenag tidak jelas. Masalah ini terus berulang,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Oleh karena itu, David meminta Kemenag untuk mendata biro perjalanan haji dan umrah. Pendataan ini terkait aspek permodalan dan pemasaran, serta melihat tanggungan jamaah yang akan diberangkatkan.
“Makanya saya sampaikan harusnya segera dipanggil diinventarisir, ditanyakan satu-persatu masih ada nggak uangmu, berapa yang belum diberangkatkan, bagaimana sistem pemasaran, bagaimana penarikan uang. Disimpan di mana uangnya?”kata dia.
“Artinya harus ada rekening bank sendiri, jangan dibelikan aset pribadi,” David menambahkan.
Dia mengatakan, pengawasan secara berkala mesti dilakukan oleh Kemenag. Sehingga, kasus yang merugikan masyarakat tersebut tak terulang.
“Harusnya ada semacam pengawasan berkala, biro umrah itu harus melapor ke Kemenag atau kakanwil di daerah,” ujar dia.
David mengaku, pihaknya terus menyoroti kasus-kasus penipuan umrah serupa. Bahkan, sejak dia menjadi anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Lebih jauh David mengatakan, pada 30 Juni 2016, sudah meminta Kemenag untuk menyusun dan menetapkan standar pelayanan minimum dalam penyelenggaraan umrah. Lalu, menyusun dan menetapkan biaya referensi perjalanan ibadah umrah. Serta, mengaudit Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang dapat memasarkan perjalanan umrah dengan biaya lebih murah dari referensi.
“Tahun 2016 kami sudah memantau travel umrah memang BPKN pernah mengeluarkan rekomendasi Kemenag agar membuat langkah misalnya menetepkan tarif referensi, yang wajib berapa sih untuk umrah. Misalkan di bawah referensi dipertanyakan,” jelasnya.
Kemudian, bersama Satgas Waspada Investasi melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap PPIU yang diduga akan merugikan jamaan. Selanjutnya, menetapkan standar kontrak yang merupakan akad perjanjian pelaksanaan umrah antara PPIU dengan jamaah yang isinya mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.
“Justru Kemenag bukan hanya membina tapi mengawasi. Jadi harus dievaluasi pembina dan pengawasan seperti apa,” tukas David.(L6/TR)