KompasNasional.com – Pejabat LKPP Setya Budi Arijanta membongkar kebohongan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Setya Budi mengatakan mantan staf Wakil Presiden, Sofyan Djalil pernah meminta agar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Dalam Negeri tidak berselisih di media soal masalah dalam proyek pengadaan e-KTP.
“Waktu itu rapat di Kantor Wapres, Pak Sofyan Djalil yang memimpin rapat minta supaya tidak ribut-ribut di media soal e-KTP,” ujar Setya Budi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/2/2018), untuk terdakwa Setya Novanto. .
Awalnya, dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan e-KTP pernah dibahas di Kantor Wakil Presiden pada 2011. Wakil Presiden saat itu adalah Boediono.
Saat itu, LKPP mengkritisi adanya temuan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan proyek e-KTP.
Gamawan Fauzi yang saat itu sedang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, tidak terima dengan tudingan LKPP.
Gamawan kemudian melaporkan hal itu kepada Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Setya Budi, SBY saat itu menugaskan Boediono untuk menyelesaikan masalah antara LKPP dan Kemendagri.
Kedua pihak kemudian dipertemukan di Kantor Wapres.
Dalam pertemuan itu, LKPP tetap pada keyakinan bahwa terjadi penyimpangan dalam proses lelang proyek e-KTP. LKPP berkeras bahwa kontrak pengadaan e-KTP harus dibatalkan.
Namun, Sofyan Djalil meminta agar proyek tetap dilaksanakan. Akhirnya, LKPP menarik diri dari pendampingan proyek.
“Waktu itu alasannya karena e-KTP dibutuhkan untuk pemilu. Akhinya tetap dilanjutkan,” kata Setya Budi.
Setya Budi mengatakan LKPP menemukan fakta bahwa Kementerian Dalam Negeri hanya menggunakan sistem informasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) pada tahap penawaran, saat proyek pengadaan e-KTP.
Sementara, proses lanjutan lainnya dilakukan secara manual.
Sidang lanjutan untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Menurut Setya Budi, LKPP menyarankan agar proses lelang dihentikan. Namun, saran itu tidak ditindaklanjuti oleh Kemendagri.
“Kami dimarahin Mendagri, katanya sistem kalian payah,” kata Setya Budi.
Dalam persidangan sebelumnya, Gamawan berulang kali mengatakan tidak pernah diberitahu soal adanya masalah dalam proses lelang e-KTP.
Bahkan, menurut Gamawan, tidak ada peringatan dari lembaga pendamping, termasuk dari LKPP.Menurut Gamawan, tidak ada masalah dalam proses lelang e-KTP.
Setya Budi mengatakan, sejak awal pihaknya telah menduga ada persoalan dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP).
Namun, rekomendasi LKPP tidak ditindaklanjuti Kementerian Dalam Negeri.Akibatnya, proyek tersebut benar-benar bermasalah dan menimbulkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
“Kami hanya berikan advokasi pendampingan. Kalau kami tidak dituruti, biasanya bertemunya di sini, di pengadilan,” ujar Setya Budi.
Setya Budi mengatakan, undang-undang menjelaskan bahwa rekomendasi LKPP harus ditaati. Jjika tidak diikuti, masing-masing lembaga harus siap menerima risiko.
Dalam hal ini, termasuk untuk bertanggung jawab secara hukum di pengadilan. Menurut Setya Budi, dia sudah beberapa kali menjadi saksi dalam perkara korupsi yang terkait pengadaan barang dan jasa.
Dalam kasus e-KTP, menurut Setya Budi, pemenang lelang sudah ditetapkan ketika masih ada proses sanggah banding. Selain itu, Kemendagri tetap menggabungkan pengadaan 9items dalam proyek e-KTP.
Padahal, selama masih ada proses sanggah banding, pemenang lelang belum bisa meneken kontrak.Kemudian, LKPP menyarankan agar pengadaan 9 item paket pekerjaan dipecah menjadi satu per satu.(TRIBUN/TR)