KompasNasional.com, Jakarta – Serangan siber berpotensi merugikan perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara. Tak tanggung-tanggung, total kerugiannya bisa mencapai US$ 750 miliar. Penelitian ini dilakukan ATKearney dan Cisco. ATKearney, merupakan perusahaan konsultan manajemen global. Sedangkan Cisco adalah perusahaan teknologi keamanan digital global.
Dana Keamanan Siber Masih Sedikit
Pakar komunikasi, media dan teknologi dari ATKearney, Germaine Hoe Yen Yi, menjelaskan bahwa relevansi strategis ASEAN yang sedang berkembang dan didorong oleh ekspansi ekonomi dan adopsi digital dapat menjadi sasaran empuk serangan siber. “Namun, ironisnya, perusahaan-perusahaan di negara ASEAN mengeluarkan dana yang sedikit untuk keamanan siber,” ujarnya saat menyampaikan materi darurat keamanan siber di Asia Tenggara di Jasmine Room, Ayana Mid Plaza Hotel, Selasa, 23 Januari 2018.
Menurut Indonesian Security Incident Response Team on the Internet Infrastructure/ Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) terjadi 205 juta lebih serangan siber di Indonesia terhitung sejak Januari hingga November 2017. Serangan terbesar adalah serangan Malware WannaCry terjadi pada Mei 2017 dan berhasil mempengaruhi 12 institusi di seluruh Indonesia di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik.
Menurut Yen Yi, negara di ASEAN saat ini hanya menghabiskan rata-rata 0,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk keamanan siber setiap tabunnya. Dia menyatakan, negara-negara ASEAN perlu meningkatkan pengeluaran mereka antara 0,35 dan 0,61 persen dari PDB antara sepanjang 2018-2025 agar sesuai dengan tolak ukur negara-negara aman serangan siber.
Indonesia Masih Tahap Awal
Dari 10 negara di ASEAN hanya Singapura dan Malaysia yang tergolong maju. Adapun Filipina serta Thailand sudah berkembang di bidang keamanan siber. Sementara Indonesia masih berada di tahap awal, termasuk dalam aturan, pengembangan strategi nasional, tata kelola, kerjasama internasional dan pembangunan. “Untuk mengantisipasi serangan siber, Malaysia saja butuh sekitar 4 ribu lebih ahli keamanan siber pada tahun 2020,” ujar dia.
Presiden Cisco ASEAN, Naveen Menon, mengatakan bahwa keberhasilan digitalisasi negara tergantung pada kemampuannya dalam memerangi ancaman siber. “Di Indonesia, kami telah melihat transformasi digital terjadi di beberapa sektor seperti layanan kesehatan, keuangan dan ritel. Sektor tersebut termasuk sektor yang beresiko terkena serangan siber,” kata Menon.
Menurut Menon, sangat penting bagi para pemangku kepentingan agar bersatu dan membantu membangun kemampuan keamanan siber. Termasuk mengembangkan generasi baru terkait profesional keamanan siber.
[TEM/TR]